Sabtu, 20 Agustus 2011

RUANG SINGGAH

;Mahkota di tahta yang lelah.

Sejenak,aku singgah dari sengatan sangat terik matahari,
dibawah sejuk naungan perdu,siang ini.
Senasib aku dengan seekor pelatuk
nafasnya terputus-putus dengan paruh yang sudah melepuh dan,singgasananya belumlah usai
tapi selembar daunpun telah tiada diruang pertaruhannya.
Dan diruangku,
tahta yang kubangun lewat sudah panjang perjalanan
semakin terasa menjulur
menjauh sampai nanar mata ini mengulitinya.

Semampai angin memusat lembut diketiak perdu
memercikkan mimpi di mataku yang lelah
disendiku yang lemas
dinafasku yang terasa terlepas,dan aku terlempar dari duniaku
tak peduli ketika sesekali debu-debu memandikanku
dan peluh,menangisi pori legam kulitku yang tertimbun daki.

Sesaat,setelah senja menyembelih hari
malam menjemputku diruang rindu
mimpi siang yang ambigu
dan terperosok kelobang sunyi,tercekik terkaman kelam.
Aku mengunci kaki dengan merapatkan jemari
mencoba menekuri perjalanan panjang dan ruang-ruang singgah
yang tak lagi terhitung dalam jumlah yang diantaranya sering kali
membentangkan tikar makna
dengan kerutan tajam dikeningku.

Tuhan,
Kau telah nyalakan bara rindu pada sekam keringku,
aku terbakar.
Engkau juga telah tumbuhkan bunga cinta pada duri hidupku,
aku tertusuk
hegemoni makna terakhir.aku terluka dalam makna yang masih sulit kumengerti.

Pernah,kuterjebak dalam secangkir pahit makna
dan kuteguk nira legam kehidupan
tapi,aku tertawa dan menepuk dada bangga.
Ah !!!,kini aku tergidik oleh tawaku sendiri
dengan dada remuk dan yang tersisa hanya irisan tangis
yang tak lagi berbentuk.

Angin kemarau menebas lamunku
mematuki kulit tirusku,menusuk ngilu tulangku.
Tetes demi tetes air terlepas dari tangkai disudut mataku
lalu kelelahan menggerus bisu wajahku
sesaat kemudian terjatuh dan semut-semut yang dilelah kemarau
memburunya.
Lalu,satu persatu tercekik pahit dukaku.

      Julur-julur setapak meraut ciut menanda kata:
      ;jauh.
      sepaut mataku merauknya,bermilyar kubik fatamorgana ada:
      ;seringkali kudapati
      dan yang hanya kudapati hanyalah seribu jalan lain
      dengan berjuta pilihan.

;melangkah adalah pilihan.
dan,lelah adalah jerih;letih.
pun menuang sepasang pilihan.
;surut
/atau ????
......................
tapi,kekasihku
[\memanggilku disana].


                       Merangin,Juli 2009

Kamis, 18 Agustus 2011

SETANGKAI MELATI

;Menjadi tahta dalam sajak untukmu,
Kekasihku.


Bagiku.....
dengan cinta yang bertahta disinggasana
palung terdalam dalam hatiku,dari kendi cinta yang dititipkan padaku
kan ku tuangkan madu suci ke dalam piala-piala berukir emas dan mutiara pelangi
dan kuhidangkan dengan sejuta penghormatan yang agung.

Bagiku.......
dengan cinta yang berkuasa dalam tahta suci hutan cedar
dari embun kesejukan yang menjaga hatiku,ku bentangkan selimut kesejukan
agar diantara kabut yang menyakitimu,kau akan tersenyum menikmati wangi bunga-bunga
ditaman hatiku.
Dan dengan seribu tentara yang tangguh,kan ku jaga dikau laksana sang ratu dari taman eiden
dan dengan seribu sayap yang mengepak indah kan ku terbangkan dikau
 melewati pelangi mimpi-mimpimu,sampai pada keindahan telaga yang terjaga
laksana sepasang kupu-kupu yang berpijar diatas mata air pagi.
Dan ketika malam,bagiku.......
dengan cinta yang kukandung dalam rahim yang terjaga dan suci
kan ku timang anggun dirimu sampai mimpi-mimpi
membangunkan istana yang megah dalam damai tidurmu
dan kan ku jaga tidurmu dengan sejuta doa yang terjaga
hingga pagi membangunkanmu dengan senyum matahari pagi
dan kan ku petikkan sekuntum kehangatan,
setangkai wewangian dan seikat keindahan,untuk menemani senyum pagimu yang menawanku.
Dan diantara tetes embun yang membasuh kegersangan jiwa
kan ku temani kasihmu dengan sebait tembang taman dengan seribu dawai
sampai kau rentangkan jiwamu dalam pujian yang kau lantunkan pada penciptamu.

/Dan, jika cinta memaksaku membisu
kan ku bangunkan istana keabadian,agar ku bisa mengenang rinduku padamu
di saat kesendirian mengepungku diwaktu yang menjauhkanku dari segala warna tentangmu.

Bagiku.......bisa mencintaimu di sisa akhir nafasku
adalah memberi,bukan menjadi penguasa atas kebebasanmu menentukan jalan
yang kau tempuh.
                             
                                              Merangin, Juli 2009