Jumat, 30 November 2012

Antara Malam,Aku dan Dikau

Malam termenung,
                Mencari jawab katamu
                dan aku sungguh tak mengerti
                                lagi-lagi begitu katamu.
Ia merasuk,diantara kabut 
                   dan desau angin sepoi
masih mencari jawab,katamu.
Dan aku masih mengerti,
jika lagi-lagi aku tak mengerti;katamu.

Malam beringsut,
mematah ranting penuh basah
untuk alas mimpi,melepas lelah semalam.
Ia tak menemu jawab,
                                begitu katamu.
Lalu,kau mendakwaku sebagai tersalah
dalam sidang kasus ketidakmengertian.
Aku gagal banding,Bukankah umur belum cukup ?.

Malam;
Tertidur tanpa sedikit mimpi,
dan lelah seharian menambah lelah semalam
lalu,
                Kembali termenung.
Lagi-lagi mencari jawab,katamu.
Dan,
                namun juga tak kau lepas dakwamu
                sedang alibiku mengurung dirinya sendiri.

Terakhir,
       malam kulihat sedikit sangsi
       untuk kembali memenung diri
Dan,
       kau tak lagi berkata-kata,sedang aku bimbang
       menunggu jawabmu.


Merangin,08 November 2006


Senin, 26 November 2012

Gadis Kecil Simpang Jalan

Gadis Kecil Simpang Jalan  Ku raut sepimu,disini; dengan ranting sunyi dan patahan senyap juga petamu,yang hening.   Kemarin,ku datangi malammu  yang panjang dan hampir tak bertepi. Andai pagi tak segera menaburkan embun pada daun dan selimut kertasmu.  Ku raut sepimu,di sini; Gadis kecil telanjang kaki tanpa desah dan basah ditepi petamu.  Aku masih membayang  caramu terbang mengait bintang  dengan helai rambutmu yang patah,  dalam mimpi-mimpi yang kau sembunyikan  dari pagi yang berlari mengejar senja.  Masih ku raut sepimu,di sini; Gadis kecil sisa mimpi yang selalu bercerita,        tentang sisa mimpi. Dimimpi yang selalu, mengajarkan sepi pada senyap dan hening.  Malam yang lelap dalam mimpiku.   Merangin,03 November 2006
Ku raut sepimu,disini;
dengan ranting sunyi dan patahan senyap
juga petamu,yang hening.
      Kemarin,ku datangi malammu
      yang panjang dan hampir tak bertepi.
      Andai pagi tak segera,
      menaburkan embun pada daun
      dan selimut kertasmu.

Ku raut sepimu,di sini;
Gadis kecil telanjang kaki
tanpa desah dan basah
ditepi petamu.
                Aku masih membayang
                caramu terbang mengait bintang
                dengan helai rambutmu yang patah,
                dalam mimpi-mimpi yang kau sembunyikan
                dari pagi yang berlari mengejar senja.

Masih ku raut sepimu,di sini;
Gadis kecil sisa mimpi
yang selalu bercerita,
                      tentang sisa mimpi.
Dimimpi yang selalu,
mengajarkan sepi pada senyap dan hening.

Malam yang lelap dalam mimpiku.


Merangin,03 November 2006

Minggu, 25 November 2012

Debu Simpang Jalan

Debu Simpang Jalan  (kau masih diam, Dalam seribu warna pelangi; dimatamu).   Kuraih selepasmu berlalu,  dan kugenggam dalam tanya,tanpa jawab. Dari sini,awal mula Panjang orasi ku mulai.  Keluhku tak lagi kesah Rubuhku tak lagi basah.  Menerobos masa yang telah terkubur tanpa nisan  dan dalam jejak –jejak tak bertanda,juga buram.  Musim telah  lebih kali meninggalkanku  di simpang zaman,yang semakin asing  dan menjadikanku debu-debu yang bertebaran  di simpaang jalan.  Debu-debu,yang bertebaran; dimatamu,  tak bisa lagi jemariku menyatu  mengepalkan tinju,seperti kau lihat. Ia telah tanggal dan tak lagi berbentuk menjadi bola api,apalagi mimpi-mimpi.  aku,hanya debu di simpang jalan ini.  Merangin,02 November 2006

(Kau masih diam,
dalam seribu warna pelangi;
dimatamu).

           Kuraih selepasmu berlalu,
           dan kugenggam dalam tanya,tanpa jawab.

Dari sini,awal mula
Panjang orasi ku mulai.

Keluhku tak lagi kesah
Rubuhku tak lagi basah.
                Menerobos masa yang telah terkubur tanpa nisan
                dan dalam jejak –jejak tak bertanda,juga buram.
                Musim telah  lebih kali meninggalkanku
                di simpang zaman,yang semakin asing
                dan menjadikanku debu-debu yang bertebaran
                di simpaang jalan.

Debu-debu,yang bertebaran;
dimatamu,
             tak bisa lagi jemariku menyatu
mengepalkan tinju,seperti kau lihat.
Ia telah tanggal dan tak lagi berbentuk
menjadi bola api,apalagi mimpi-mimpi.

aku,hanya debu
di simpang jalan ini.

Merangin,02 November 2006

Kamis, 22 November 2012

Pengantin Luka

Tak pernah melintas sedikitpun jua,
dalam anganku
untuk menjadi debu dijalanan,
             jika harapan tak melukaiku
             dan rasa kecewa mengubur mimpi
dan impianku.
dan tak kan sanggup diriku menelan racun
 yang ia hidangkan.
Arti hidupku telah ia belenggu
dan jua dirajam.


 Dan kau,gadis kecilku
Mungkin sudah menjadi jejak yang musti ku pijak
Untuk menemanimu meminum kopi pahit kehidupan
Di simpang lima,terminal dan atau stasiun kotamu.
              Dan mungkin lukamu lebih nikmat
untuk kunikmati,
dari pada setetes air mataku,disini.

Sahabatku,
Maafkan jika air mataku telah surut
Dalam selaut putus asa yang menenggelamkanku,
Dan aku pergi darimu.
                Bukankah diriku takkan mampu membuatmu tersenyum bahagia
                Jika luka jiwaku sendiri tak bisa ku tanggung ?

Sahabatku,maaf kan juga
Jika diriku harus memilih gadis kecilku sebagai pengantin luka
Untuk menyanyikan tangis kami
Di bus kota atau gerbong keretamu.
                Maafkan juga gadis kecilku
                Yang menjadi pengantin luka
                Di depan altar kematian.

Sahabatku,
namun jika suatu saat dikau merindukanku
datangilah orang-orang yang terluka di sekitarmu
karena jiwaku ada disana untuk mengemasi luka-luka mereka
agar mereka bisa tersenyum.
                Dan jika cinta membuatmu menangis karena mengenangku
                Datangilah kubur-kubur orang terluka,
                Taburkanlah bunga tujuh warna dan sampaikanlah
salamku pada batu nisan yang tertancap disana.
Tetapi,janganlah kau jatuhkan setetespun jua air matamu diatas pusara mereka
Karena itu akan membuat mereka semaaakin tersiksa.
Karena luka mereka telah tumbuh
Ditaman hatiku,dan air mata mereka telah menyiramnya
di tanah cintaku yang ku jaga.

Merangin,06 Agustus 2009

Rabu, 21 November 2012

Jemari Gerimis dan Pesta Bintang Hujan

Jemari gerimis masih
            Kekar mencakar malam,
jalanan,dan sampai ke pangkal langit,
barangkali.
Malam masih pagi, 
      tetapi ,
      akar sunyi telah sampai dipalung sepi
      dan dedaun senyap,
             telah hinggap di para-para.
      sebagian hinggap dipuncak hening,
      semplak dipangkal langit,
      barangkali.


Tetapi itu diluaran sana.


Dan,tidak disini.
                tidak dirindu dendam ini,
                tidak pula di wajah-wajahmu.


“Kau menyebutnya pesta bintang hujan”


Dan aku tak lagi perlu memberi nama
untuk ini,
                disini.



Merangin,Mei 2010



Selasa, 20 November 2012

Di Rupa Warnamu

Di malammu,aku terbangun.Dan Disiangmu,aku tertegun.Tapi, Disiang malamku  Senyummu menyamun.  Disunyimu,aku tercenung.Dan Disenyapmu,aku termenung.Tapi, disunyi senyapku,  sejuta bayangmu melamunku.  Ditawamu,aku terbiar.dan  dicandamu,aku terkubur.tapi, dicanda tawaku,  Semisal hadirmu mengalun.  Ditangismu aku mengalir,dan  di dukamu aku terlahir,tapi ditangis dukaku,  rindu menyihir.  Di tempatmu aku hilang dan ditinggalmu,aku kehilangan Tapi, di tempat tinggalku,cintaku menggumam.  Merangin,Mei – Juni 2010
Di malammu,
           aku terbangun dan
disiangmu,aku tertegun.
Tapi,
disiang malamku,
                Senyummu menyamun.
 

Di malammu,aku terbangun.Dan Disiangmu,aku tertegun.Tapi, Disiang malamku  Senyummu menyamun.  Disunyimu,aku tercenung.Dan Disenyapmu,aku termenung.Tapi, disunyi senyapku,  sejuta bayangmu melamunku.  Ditawamu,aku terbiar.dan  dicandamu,aku terkubur.tapi, dicanda tawaku,  Semisal hadirmu mengalun.  Ditangismu aku mengalir,dan  di dukamu aku terlahir,tapi ditangis dukaku,  rindu menyihir.  Di tempatmu aku hilang dan ditinggalmu,aku kehilangan Tapi, di tempat tinggalku,cintaku menggumam.  Merangin,Mei – Juni 2010Disunyimu,
            aku tercenung dan
disenyapmu,aku termenung.
Tapi,
disunyi senyapku,
                sejuta bayangmu melamun.




Ditawamu,aku terbiar
dan dicandamu,aku terkubur
tapi,
dicanda tawaku,
             Semisal hadirmu mengalun.

Di malammu,aku terbangun.Dan Disiangmu,aku tertegun.Tapi, Disiang malamku  Senyummu menyamun.  Disunyimu,aku tercenung.Dan Disenyapmu,aku termenung.Tapi, disunyi senyapku,  sejuta bayangmu melamunku.  Ditawamu,aku terbiar.dan  dicandamu,aku terkubur.tapi, dicanda tawaku,  Semisal hadirmu mengalun.  Ditangismu aku mengalir,dan  di dukamu aku terlahir,tapi ditangis dukaku,  rindu menyihir.  Di tempatmu aku hilang dan ditinggalmu,aku kehilangan Tapi, di tempat tinggalku,cintaku menggumam.  Merangin,Mei – Juni 2010Ditangismu aku mengalir,dan
di dukamu aku terlahir,
tapi ditangis dukaku,
                rindu menyihir.

Di tempatmu aku hilang
ditinggalmu,aku kehilangan,tapi
di tempat tinggalku,
                cintaku menggumam.

Merangin,Mei – Juni 2010


Senin, 19 November 2012

Realita

Seiring bertambahnya usia,,cinta yang berdasarkan ketampanan akan memudar.Dan kemapanan akan menjadi pilihan berikutnya.
Lentik jemari matamu,
              Merengkuh jiwa
dan menarikan resahku.
Menelaahku ke laut masa,tenggelam
Jauh ke dalam,terdalam di palung silam.
                Saat  hati dan cinta,
                Takjub memuja tahajudmu.

Inikah cinta yang tercipta
Dalam ruh siang malamku?
                Saat hati dan jiwa,nirdaya mengharapmu
                Menafikkan segala rasa yang ikut membuncah
                Untuk menjauh,sejauh belantara kealpaan
                Mencoba lari,dan berselisih paham dengan realita.
Namun,sekedip dimatamu
   Upayaku sirna,lumpuh raga
   dan jiwaku,sungguh.

Beginikah cinta ini,
Jika tak ada lagi harap selain padamu
Dan tak ada ruang selain warnamu.


Lentik jemari dimatamu
Sehangat indahmu,menemani tiadamu
Disisiku.

Merangin,08 Mei 2010

Dalam Secangkir Kopi



Sehangat indahmu menemani sepi, Aku disini mengurai warna yang masih diam Dalam spektrumnya sendiri. Dan seharusnya masih ada waktu,  Untuk sekedar berbicara  Sambil menikmati embun dalam secangkir kopi Juga senyummu,seharusnya.  “Tapi sebentar lagi berlari,kereta telah membuka pintu   Dan tentu,   Ia akan segera menutupnya” Desakmu sembari melepas tanganku.  Titik......!!! Itulah alur awal merindumu Dan masih disini, disekian musim cinta berganti rupa Tapi masih diwajah dan ayu anggunmu.  Cinta.... Kurindu hangat secangkir kopi.  Merangin,01-03 Mei 2010Sehangat indahmu menemani sepi,
Aku disini mengurai warna yang masih diam
Dalam spektrumnya sendiri.
Dan seharusnya masih ada waktu,
                Untuk sekedar berbicara
                Sambil menikmati embun dalam secangkir kopi
Juga senyummu,seharusnya.

“Tapi sebentar lagi berlari,kereta telah membuka pintu
  Dan tentu,
  Ia akan segera menutupnya”
Desakmu sembari melepas tanganku.

Titik......!!!
Itulah alur awal merindumu
Dan masih disini,
disekian musim cinta berganti rupa
Tapi masih diwajah dan ayu anggunmu.

Cinta....
Kurindu hangat secangkir kopi.

Merangin,01-03 Mei 2010